Jumat, 04 November 2011

Meramal Indonesia Jenius



oleh Yun Sirno pada 04 November 2011 jam 6:20


Kelas 6 Minggu Bisa! angkatan ke-73 itu memang berisik seperti ada pentas musik atau drama. Tapi menang, siswa terlihat begitu bergairah dalam proses belajar mengajar itu. Antusiasme itu sungguh membahagiakanku. 36 siswa dalam ruang yang berhawa agak panas di kota Cirebon itu belajar dengan betul-betul belajar: tak ada yang curi-catat, capek menghafal, was-was dengan memegang kamus atau bermuka masam. Tak ada! Inilah learning by mind!
Sementara itu para instruktur dengan tekun membimbing instruktur muda atau magang dengan telaten. Mereka memperbaiki kesalahan juniornya, dan sesama senior pun tak  sungkan mengkritik atau memperbaiki penampilan yang lain. Diskusi singkat setelah kelas pun berjalan dengan penuh kualitas. Impian 4 tahun silam itu terwujud dengan lebih cepat daripada yang saya duga Saya tak menyangka rintisan 5 tahun lalu itu sudah bisa membuat saya ‘pensiun’ dari mengajar di usia yang baru 31 tahun. Bahkan saya  pun bukan lagi  gurunya para guru, saya sudah menjadi gurunya para gurunya guru. Apa namanya yah?



Kaderisasi 4 Lapis
Alhamdulillah sistem kaderisasi itu berhasil dibangun. Kini SBS sudah memiliki puluhan instruktur berkualitas. Tercatat ada sebanyak 7 orang berkualitas seperti saya dulu memulainya. Artinya kini SBS sudah bisa membuka 7 cabang baru  secara serentak dalam waktu 3 bulan. Artinya jika modal mencukupi, kita bisa membuka 21 cabang baru setahun. 7 orang ini adalah mereka yang siap kemana saja, sudah total di SBS, dan usianya 4-12 tahun di bawah saya.   Di bawah mereka sudah ada sekitar 20 instruktur lainnya yang siap menjadi penerus mereka. Usianya 7-14 tahun di bawah saya. Mereka menjadi instruktur dan terus berlatih di manajemen SBS sambil kuiah di semester 4-8 atau sedang menyusun skripsi.  Di bawah mereka ada lagi yang seusia namun saya nilai belum terlalu komitmen karena masih wait and see. Dan kami pun tidak memforce mereka.
Bagi saya biarkan mereka melihat dan menikmati suasana saja dahulu. Tak ada yang perlu buru-buru dikejar. Tapi jika komitmen mereka mulai meningkat, sedikit demi sedikit mereka diberi amanah tambahan. Sedikit demi sedikit, pelan dan perlahan. Jika sampai waktunya mereka bisa naik, maka orang paling senior bisa ditarik ke level yang lebih tinggi atau membuka cabang baru.
        Jadi kami memiliki 3 lapis instruktur berkelas nasional dan daerah. Target kami kelak 5 tahun lagi kami  sudah memiliki para instruktur dengan jam terbang di atas 5000 jam melatih, wawasan seluas 200 buku pendidikan dan manajemen, dan jaringan di minimal 10 kota. Untuk itu kami mendorong mereka yang di level atas untuk banyak berkeliling ke negeri ini, melihat sendiri masalah umat yang ada, lalu merebut beasiswa ke luar negri, mengikuti pertukaran ke luar negeri atau membuat proyek keoverseas.  Saat 5 tahun ke depan itulah SDM mumpuni telah tersedia. We will have been ready. Tapi bagi saya ini belum cukup  aman, sehingga saya sudah menyiapkan kaderisasi level ke-4, yaitu mereka yang masih baru tamat SMA atau semester awal di perkuliahan. Mereka sekarang diterjunkan dengan pengalaman yang harus lebih luas daripada seniornya. Maka sekarang mereka mulai mengelola Klub Jenius, program bahasa Inggris jenius untuk anak-anak. Mereka harus memiliki minimal 200 jam terbang mengajar anak-anak. Karena mengelola anak-anak tentu lebih sulit. Mekanisme kaderisasi seperti ini membuat saya optimis Indonesia Jenius 2018 akan terwujud. Kita hanya harus memiliki prinsip-prinsip yang benar dan teruji, komitmen nomor satu ala Sahabat Nabi, disiplin lentur yang rasional, dan kepemimpinan plain and friendly ala saya. He he he.

Pesimisme Masa Lalu
       Karena itu kerjaan saya sekarang adalah berkeliling mengunjungi cabang, mencari permasalahan yang belum bisa dipecahkan tim di bawah saya, mendiskusikannya, mengangkat orang yang berbakat lebih cepat dari targetnya (jika ada), dan seringkali muncul ide-ide baru yang mungkin pas dilaksanakan.
Maka saat itu di bulan Juni setelah beberapa minggu ke luar kota, saya istirahat di Pontianak. Setelah samapai disana, saya diundang bank syariah langganan saya, BRI Syariah untuk omong-omong marketing. Disana sang marketer menyatakan kekagetannya dengan ‘lompatan’ yang SBS lakukan. Ia masih ingat bahwa dulu saya pernah mengatakan bahwa SBS tak mungkin membuka cabang di luar karena sulitnya memproses lahirnya instruktur berstandar Genius Way yang harus menyulap orang yang gak suka bahasa Inggris menjadi terampil berbahasa hanya dalam 6 minggu.
O la la, rupanya masih ada yang mengingat pesimisme saya kala itu. Hi hi hi. Yah, di tahun ke-3 SBS itu saya pernah mengatakan ke beberapa orang dan partner bahwa menyikapi sulitnya mencari instruktur sesuai harapan, kami harus realistis. Tapi syukurlah saat itu saya memang pesimis, namun saya selalu berpikir, share dan akhirnya Sang Maha Mendengar menuntun saya dengan membuka sedikit demi sedikit pintu optimisme. Thanks, God.

Dari Pontianak, kita rintis

Dari Padang, We are Ready!
Dari Palembang, kita siap
Dari Batam, kita terlatih
Dari Cirebon, kita wujudkan
Dari Tasikmalaya, kita selalu konsolidasi
Di Surabaya, kita tampilkan
Sampai ke Malang, kita wujudkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar